OJK  Dorong Konsolidasi Industri Perbankan

Loading

goodmoneyID – Anung Herlianto, Direktur Eksekutif Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK mengatakan, konsolidasi perbankan merupakan upaya meningkatkan daya saing maupun kontribusi perbankan terhadap perekonomian.

“Peleburan, penggabungan, dan pengambilalihan bank kecil ke bank yang lebih besar, ini sebenarnya juga untuk mengantisipasi tantangan ke depan dan bukan untuk mengeliminasi. Ada beberapa pengamat mengatakan, bahwa langkah ini akan mengeliminasi bank-bank kecil. Saya tegaskan tidak, kita justru ingin menyelamatkan bank kecil dengan exit policy yang win-win,” terang Anung, dalam diskusi bertema “Quo Vadis Bank, Tambah Modal Atau Turun Tahta” yang diselenggarakan goodmoneyID di Wisma Antara, Jakarta, Kamis (12/3).

Lanjutnya, kalau bank kecil tidak mampu berdiri sendiri dan terseok-seok lebih bagus bergabung dengan bank besar untuk menjadi induk yang kuat. Sehingga mereka bisa tetap hidup menjalankan bisnisnya.

Seperti diketahui, OJK sudah woro-woro akan mewajibkan di tahun akhir 2020 modal inti bank minimal sebesar Rp1 triliun. Kemudian tahun 2021 itu bertambah minmal Rp 2 triliun, kemudian berlanjut tahun 2022 Bank harus punya modal inti minimal Rp 3 triliun.

“Kita akan terbitkan POJK tentang minimum modal inti ini dalam waktu dekat,” ujar Anung.

Sementara itu jika dalam tenggat waktu yang sudah ditetapkan Bank masih belum mengupayakan hal tersebut, maka OJK akan membuat kesepakatan sampai mana exit policy -nya bisa dilakukan.

Ada beberapa exit policy yang nantinya akan disodorkan oleh OJK kepada bank umum bermodal mini antara lain kegiatan pembatasan usah dan turun kelas menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

“Ini upaya kami untuk bisa memperkuat Bank itu. Kalau Bank kecil kemudian menginduk diakuisisi oleh bank besar, maka modal intinya minimal 1 triliun itu tidak apa apa, karena sudah masuk dalam kelompok usaha,” ujar Anung.

Sebagai contoh BCA beberapa waktu lalu telah mengambil dua bank yakni Bank Royal dan Rabo Bank.

Menurut Anung, dalam kajian OJK, Bank dengan modal inti dibawah 3 triliun tidak bisa diharapkan banyak dalam memberikan kontribusi kepada perekonomian negeri termasuk fungsi intermediasinya.