goodmoneyID – Diroktorat Jendral Pajak (DJP) memberi tanggapan terkait rencana pemajakan atas hasil usaha ekonomi digital, seperti entitas, Google, Netflix dan Spotify. Namun saat ini masih terdapat kendala dalam melakukan pemajakan pada perusahaan tersebut.
Direktur Jendral Pajak Suryo Utomo menyebut, regulasi yang ada sampai saat ini masih terbatas pada syarat adanya kehadiran fisik di Indonesia.
“Pada akhirnya perusahaan yang tidak memiliki bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia tidak tersentuh pajak,” ujar Suryo pada saat menghadiri acara Grow With Google di Jakarta, Selasa (18/2).
Suryo menekankan bahwa saat ini Google ID sudah terdaftar sebagai WP (wajib pajak) Indonesia dan sudah mengikuti hukum pajak di Indonesia. Sehingga masalah pengawasan dan segala macamnya wajib mengikuti hukum yang berlaku.
Sementara itu ketika ditanya soal pemajakan untuk Google Asia Pasifik, Suryo menjawab prosesnya cukup sulit. Hal ini dikarenakan harus ada beberapa instrumen yang diperlukan oleh Indonesia tersendiri untuk dapat memajaki Google Asia Pasifik yang badan usahanya berada di Singapura. Karena menurut Suryo, struktur bisnis Google Asia Pasifik membawahi aktivitas bisnis Google di kawasan Asia.
Sedangkan untuk beberapa negara munculah cabangnya seperti Google Indonesia. Namun, aktivitas bisnis Google Indonesia sampai saat ini masih sebatas kegiatan marketing, yang mana Google Indonesia masih berkutat pada bisnis iklan berupa kontrak. Sedangkan untuk perjanjian ke pengguna-pengguna asal Indonesia masih dikerjakan oleh Google Asia Pasifik.
“Google Asia Pasifik kan sudah ada establishment nya, jadi sudah ada entitas di Indonesia, yang jadi masalah bagaimana kita kenakan pajaknya. Kita harus lihat hukum pajak yang berlaku,” ungkapnya.
Terkait hal tersebut DJP mengharap dan masih menunggu rancangan UU Omnibus law perpajakan supaya mampu menjawab kendala dan tantangan perpajakan ekonomi digital.
Rencana dari Omnibus Law dapat memungkinan untuk memungut wajib pajak atas transaksi digital, yakni kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat Indonesia melalui aplikasi seperti Google, Netflix dan Spotify.
“Dalam Omnibus Law perpajakan, kita lebarkan bukan hanya keberadaan fisik tapi juga keberadaan signifikan terhadap ekonominya. Di Omnibus Law juga kita petakan potensi pertumbuhan ekonomi digital,” tutup Suryo.