Perdagangan 2 Kali Disetop, Mungkinkah Bursa Ditutup Lagi?

Loading

goodmoneyID – Perusahaan publik dan investor saat ini ketar ketir menyikapi anjloknya IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) yang telah terjadi beberapa hari belakangan ini.

Anjloknya IHSG ditengarai dipicu oleh wabah Virus Corona (Covid-19). Menyikapi hal ini BEI (Bursa Efek Indonesia) telah menerapkan kebijakan demi mengontrol kondisi saham.

Dimulai dengan menghentikan sementara transaksi short sell pada awal maret 2020, lalu menerapkan kebijakan asimetris auto rejection (ARA) terhitung mulai Selasa (10/3/2020).  Hingga akhirnya Rabu (11/3) menghentikan sementara perdagangan (trading halt) selama 30 menit setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi di atas 5%.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna, menyebutkan sebelumnya dalam sejarah pasar modal Indonesia di tahun 2008, kondisi serupa pernah terjadi.

“Kalau tahun 2008 Oktober pernah waktu itu market closed, Bursa sempat tutup dua hari saham turun lebih dari 10%, terus tahun 2015 juga sempat market closed. Berarti ini sudah kedua kalinya dalam sejarah,” terang I Nyoman di Acara Ngobrol Santai Bareng BEI, di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (13/3).

BEI melihat jika pasar anjlok lebih dari 10 persen hingga 15 persen maka memungkinkan untuk dilakukan market close. Sementara itu apabila menyentuh angka 20 persen otomatis pasti dihentikan.

Sementara itu Hasan Fawzi, Direktur PengembanganBEI  menilai faktor pemicu turunnya pasar modal dari waktu ke waktu berbeda-beda.

“Faktor pemicu saja sudah beda, 2008 financial crisis, 2015 shock, sekarang virus. Berturut-turut secara global itu awalnya virus lalu kebijakan dari policy maker yang pasar direspons berbeda-beda,” ujar Hasan.

Diketahui penghentian perdagangan saham pertama terjadi pada  8 Oktober 2008, terjadi saat IHSG ambruk hingga 10,38% atau 168 poin ke posisi 1.451 di periode yang dikenal sebagai Black Wednesday.  Selanjutnya di tahun 2015, Bursa juga sempat tertekan, IHSG per 30 Desember 2015 ditutup di level 4.593 poin atau mengalami penurunan sebesar 12,13%.

Sedangkan tahun 2015 pasar modal anjlok disebabkan oleh kisruh dalam negeri misalnya dari tidak harmonisnya pemerintah dengan DPR, kurang mulusnya penyerapan anggaran, rendahnya penerimaan pajak, melemahnya rupiah, dan melambatnya ekonomi.

Dari eksternal ditengarai oleh turunnya harganya komoditas, kenaikan suku bunga Fed, melambatnya ekonomi dunia terutama China, dan keluarnya dana asing ikut menekan pasar saham.