PPATK: 12 Koperasi Diduga Melakukan Pencucian Uang, Nilainya Mencapai Rp500 Triliun

Loading

goodmoneyID – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari 12 koperasi sepanjang 2020 sampai 2022. Dengan total dana mencapai Rp 500 triliun.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyebut, dari total 12 koperasi simpan pinjam (KSP) tersebut, didalamnya termasuk Indosurya.

“PPATK menemukan dari periode 2020-2022 saja ada 12 koperasi simpan pinjam dengan dugaan TPPU, termasuk yang sekarang ini (Indosurya). Jumlah dana secara keseluruhan melebihi Rp 500 triliun, kalau bicara kasus yang pernah ditangani, koperasi,” katanya dalam Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan PPATK, Selasa (14/2).

Hingga saat ini, PPATK telah memiliki total 21 hasil analisis menyangkut 12 kasus korupsi KSP tersebut.

Sementara untuk Indosurya sendiri, ia mengakui bahwa kasus tersebut sangatlah besar, dengan angka mencapai Rp 106 triliun. Pihaknya juga telah secara rutin menjalin komunikasi dengan pihak kejaksaan dan telah beberapa kali mengirimkan laporan analisa menyangkut kasus tersebut.

“Angkanya memang luar biasa besar. Kami menemukan dari satu bank saja ada nasabah sekitar 40 ribu nasabah. Kita punya sekian puluh atau belasan bank. Kalau ditanya apakah ada aliran ke luar negeri, ya PPATK mengikuti aliran sampai ke luar negeri,” tambahnya.

Tidak hanya itu, menurutnya, secara keseluruhan kasus Indosurya menggunakan skema ponzi alias investasi tak berizin. Sistem yang digunakan koperasi tersebut yaitu dengan menunggu modal baru masuk. Kesimpulan ini didapatkannya salah satunya karena tercatat banyak dana nasabah yang ditransaksikan ke perusahaan terafiliasi.

“Karena banyak dana nasabah itu dipakai, ditransaksikan ke perusahaan terafiliasi. Contohnya, dibelikan jet, dibayarkan yacht, lalu ada juga untuk kecantikan, operasi plastik, macem-macem. Artinya tidak murni dilakukan bisnis selayaknya koperasi,” terangnya.

Dalam menangani perihal ini, pihaknya terus menjalin kerjasama dengan berbagai pihak antara lain Kementerian Sosial dan Kementerian Koperasi. Tidak hanya itu, PPATK juga telah menghentikan aktivitas transaksi para oknum sejak analisis digelar.

“Kita hentikan untuk menghindari kerugian lebih besar. Tapi untuk mencegah kerugian pada titik nol sangat tidak mungkin, karena literasi masyarakat saat ini, maaf, masih agak lemah. Sehingga keuntungan besar yang ditawarkan pelaku usaha itikad buruk tadi membutakan para nasabah,” pungkasnya.