Tolak Hadir Dalam Pembahasan Omnibus Law Dan RUU Cipta Kerja, WALHI Kirim Surat Terbuka

Loading

goodmoneyID – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) telah menerima surat undangan rapat yang dikirimkan oleh Panitia Kerja (Panja) Pembahasan RUU tentang Cipta Kerja Badan Legislasi DPR RI nomor LG/06215/DPR RI /VI/2020 tentang Undangan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) rapat pembahasan RUU tentang Cipta Kerja.

Namun undangan tersebut ditolak oleh WALHI, dan mengirimkan surat terbuka menolak pembahasan Omnibus Law dan RUU Cipta Kerja.

“Melalui surat terbuka ini kami menyatakan untuk menolak hadir memenuhi undangan tersebut dengan alasan sebagai berikut,” terang Nur Hidayati, di Jakarta, Rabu (10/6).

Adapun isi surat terbuka dari WALHI tersebut yakni.

Pertama, RUU Cipta Kerja tidak mempunyai urgensi dan semangat melindungi kepentingan lingkungan hidup.

“Berdasarkan kajian yang kami lakukan, RUU ini malah memuat semangat melindungi investasi dengan menghapus beberapa ketentuan krusial dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” ujar Nur Hidayati.

Kedua, RUU Cipta Kerja sama sekali tidak ditujukan untuk melindungi kepentingan rakyat. Muatan RUU Cipta Kerja malah menghapus ruang partisipasi dan meminimalkan perlindungan hak dasar warga negara;

“Ketiga, berdasarkan uraian 1 dan 2, kami berpandangan muatan RUU Cipta Kerja akan meningkatkan laju kerusakan lingkungan hidup, melanggengkan kondisi krisis dan menaruh rakyat di bawah ancaman bencana,” kata Nur Hidayati.

Terakhir, selain memuat substansi yang tidak berpihak pada lingkungan hidup dan kepentingan rakyat, RUU Cipta Kerja dalam tahapannya disusun melalui proses yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang 12 Nomor Tahun 2011.

Berdasarkan alasan diatas, WALHI menyatakan pembahasan RUU Cipta Kerja tidak mempunyai urgensi dan tidak relevan untuk terus dilanjutkan. Untuk itu, DPR-RI harus menghentikan seluruh proses yang sedang berlangsung.

“Demikian surat ini disampaikan secara terbuka dan dengan berharap DPR-RI kembali kepada khitahnya sebagai lembaga perwakilan rakyat, bukan representasi kepentingan bisnis industri ekstraktif yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat dan lingkungan hidup,” tutup Nur Hidayati.