HAN 2022, Dorong Literasi Digital dan Keselamatan Anak di Ranah Daring

Loading

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menilai pentingnya menyuarakan literasi digital kepada masyarakat, khususnya orang tua dalam rangka melindungi keselamatan putra putrinya di ranah daring dalam peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2022.

Hal itu dilakukan mengingat banyak anak Indonesia yang telah memanfaatkan teknologi digital dalam keseharian mereka.

Untuk itu Kemen PPPA menggandeng Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), ECPAT Indonesia, Meta dan Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi untuk menggaungkan hal tersebut, mengingat dalam setiap peringatannya, HAN selalu dijadikan momentum untuk memperjuangkan perlindungan anak di Indonesia.

Berdasarkan hasil Survei Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2020 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui bahwa sebesar 25,8 persen pengguna internet adalah anak. Namun, keamanan anak di dunia digital saat ini masih rendah bila dilihat dari laporan Child Online Safety Index. Dimana Indonesia menempati rangking 26 dari 30 negara dengan skor total 17,5 yaitu di bawah skor rata-rata 30 negara. Hal ini juga didukung dengan pernyataan KPAI, bahwa selama 2016-2020 terdapat 3.178 kasus pornografi dan kejahatan siber terhadap anak di Indonesia.

ECPAT Indonesia bersama Aliansi Down to Zero juga telah melakukan studi yang menemukan semakin menguatnya situasi kerentanan anak di dunia digital. Melalui metode kuantitatif kepada 195 anak di empat wilayah kerja Down to Zero di masa pandemi COVID-19, studi ini menemukan 3 dari 10 responden anak mengalami kejahatan dalam bentuk eksploitasi seksual anak online, mulai dari gambar/video porno yang dikirim ke mereka hingga diminta untuk membuka baju atau berpose di depan kamera tanpa busana.

Kondisi tersebut diperburuk karena sekitar 64 persen responden tidak didampingi oleh orang tua ketika mengakses internet. Hal itu menyebabkan risiko anak mengalami eksploitasi seksual di ranah daring juga semakin tinggi.

“Perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi dan perlakuan salah lainnya merupakan salah satu hak dasar anak yang wajib dipenuhi Negara, termasuk di ranah daring. Oleh karena itu, semua pemangku kepentingan yang ada di Indonesia perlu melihat pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus di dunia digital sebagai hal yang penting untuk diprioritaskan dalam pengembangan kebijakan dan produk-produk digital di Indonesia,” ujar Sekretaris Kementerian PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu, pada Minggu (24/7/2022).

Menurutnya, semakin tingginya angka kasus kekerasan anak di dunia digital seharusnya menjadi momentum dalam meningkatkan kesadaran semua pihak, bahwa anak-anak sangat rentan posisinya untuk menjadi korban kekerasan di dunia digital, untuk itu diperlukan langkah konkrit dalam menyelesaikan masalah tersebut.

“Anak sebagai pelopor dan pelapor harus dimampukan untuk dapat melindungi dirinya sendiri dan juga teman sebayanya. Salah satu contoh, Kemen PPPA telah bekerjasama dengan Kominfo, ECPAT Indonesia, Meta, dan Gerakan Nasional SiberKreasi memperkuat kapasitas sejumlah anak di enam kota untuk memahami dan menyuarakan literasi digital dan keselamatan anak di ranah daring melalui program AMAN Warrior,” ujar Pribudiarta Nur Sitepu.

Kerentanan anak terhadap berbagai ancaman di dunia digital juga disebabkan karena masih kurang cakapnya orang tua dalam mengikuti perkembangan teknologi. Maka peningkatan literasi digital untuk seluruh masyarakat khususnya orang tua adalah hal yang perlu diprioritaskan.

“Peran orangtua sangat penting dalam perlindungan anak di dunia digital. Orang tua perlu untuk turut menjadi cakap digital sehingga dapat mendampingi anak dan mengarahkan anak dalam penggunaan gadget untuk hal yang positif. Kementerian Kominfo telah meluncurkan program nasional literasi digital Makin Cakap Digital dalam upaya meningkatkan literasi digital masyarakat termasuk orang tua dengan harapan orang tua dapat memberikan pengasuhan yang tepat di era digital. Pengasuhan yang tepat akan mendorong anak mampu memanfaatkan teknologi digital dengan cerdas dan bijak,” kata Dirjen Aplikasi dan Informatika Kominfo, Semuel A. Pangerapan.

Jaminan perlindungan anak oleh pihak swasta juga mendapatkan perhatian khusus dari PBB, diantaranya dengan ditetapkannya Child Right Business Principal (CRBP) atau Hak anak dan Prinsip Dunia Bisnis, yang terdiri dari 10 prinsip sebagai panduan bagi sektor bisnis dalam mendukung perlindungan hak-hak anak dalam workplace, marketplace, community.

Melalui CRBP perusahaan termasuk perusahaan digital diharapkan dapat mengupayakan langkah-langkah yang komprehensif bagi bisnisnya untuk menghormati dan mendukung hak-hak anak, diantaranya dengan menjamin perlindungan dan keselamatan anak di segala kegiatan usaha dan berbagai fasilitas usaha, serta menjamin bahwa produk-produk dan jasa aman bagi anak dan berupaya mendukung hak-hak anak melalui berbagai produk dan jasa.

“Meta menaruh perhatian besar terhadap keamanan anak di dunia digital, khususnya mereka yang berusia 13 tahun keatas yang sudah dapat memanfaatkan platform kami. Oleh karena itu, kami berupaya mengembangkan teknologi yang aman bagi semua penggunanya, dan mendukung program percepatan literasi digital oleh pemerintah melalui program Asah Digital yang kami inisiasi dan laksanakan bersama beberapa mitra. Kami percaya, sebagai fondasi penggunaan teknologi, literasi digital merupakan keniscayaan bagi semua orang dalam memanfaatkan kemajuan teknologi kedepannya,” ujar Manajer Kebijakan Program, Meta di Indonesia, Dessy Sukendar.