Prospek Pembiayaan Properti di Tengah Ancaman Krisis Global

Loading

goodmoneyID – Situasi ketidakpastian perekonomian di tingkat global yang masih terus berlanjut membawa dampak kepada perekonomian lokal. Yang secara tidak langsung berdampak pula pada sektor pembangunan dan properti, karena naiknya harga komoditas pangan dan energi serta peningkatan suku bunga acuan juga menjadi tantangan lain yang harus dihadapi.

Dalam webinar goodmoneyID bertajuk Prospek Pembiayaan Properti di Tengah Ancaman Krisis Global’, pada Jumat (29/7/2022), Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna mengatakan  di kuartal I 2022 BPS mencatat sektor real estate dan konstruksi tumbuh masing masing 3,78% yoy dan 4,83%. Webinar ini juga turut mengundang Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI), Ignesjz Kemalawarta, Chief Economist Head of Economic Research Division PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), Martin Siyaranamual , Ekonom Institute for Development Economics and Finance (INDEF), Abdul Manap Pulungan.

“Dalam menjawab tantangan ke depan dengan harga lahan yang terus mengalami kenaikan dan ketersediaan yang terbatas, pemerintah trus berupaya melakukan pengembamngan dan penyempurnaan bantuan pembiayaan perumahan. Saat ini Pemerintah telah memberikan fasilitas pembiayaan perumahan berupa fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan, bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan, subsidi bantuan uang muka, dan pembiayaan Tapera.  Serta di tahun 2022 pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan  relaksasi untuk sektor perumahan berupa insentif pajak pertambahan nilai ,” kata Herry Prospek Pembiayaan Properti di Tengah Ancaman Krisis Global”, Jumat (29/7/2022).

Dalam kesempatan yang sama, Ekonom INDEF Abdul Manap Pulungan menyampaikan ada korelasi antara pertumbuhan sektor properti dengan produk domestik bruto atau PDB, sehingga pertumbuhan properti dinilai sangat penting dalam pembentukan PDB Indonesia.

“Kontribusi sektor konstruksi terhadap PDB meningkat 11,11 persen pada 2021. Sementara itu, peranan sektor real estate terhadap PDB Indonesia mencapai 2,74 persen.  Kredit properti juga mengalami pertumbuhan per Juni 2022, dengan kenaikan sebesar 10,74 persen. Jika dibandingkan dengan 2019, justru di 2022 ini memang tumbuh tinggi, akan tetapi kita juga harus memperhatikan situasi lower base, karena di 2020 dan 2021 pertumbuhan di industri properti dan secara keseluruhan memang turun,” kata Abdul dalam webinar series bertajuk “ ujar Abdul.

Peserta webinar Prospek Pembiayaan Properti di Tengah Ancaman Krisis

Disisi lain Chief Economist Head of Economic Research Division PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), Martin Siyaranamual menyebutkan Indeks harga properti tumbuh positif di tengah pandemi. Khususnya untuk rumah rumah tipe kecil yang harganya konsisten tumbuh cepat dibandingkan rumah tipe sedang dan tipe besar.

“Karena kalau kita lihat sosio struktur demografi indonesia sekarang ini yang menyebabkan rumah kecil banyak permintaannya. Adakah generasi kini yang anaknya lebih sedikit dan lebih modern. Tapi kalau nenek dan  kakak kita itu anaknya banyak. jadi bukan hal yang aneh sekarang itu sangat aneh, permintaan rumah besar itu jadi tidak terlalu tinggi. Implikasinya pertumbuhan harganya tidak terlalu tinggi,” ucap Martin.

Martin menjelaskan bahwa saat ini permintaan KPR banyak didominasi di wilayah provinsi yang tingkat urbanisasinya tinggi. Seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan DKI Jakarta. Diluar Jakarta yakni di Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara.

Pembicara selanjutnya Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI), Ignesjz Kemalawarta, berharap sektor pembiayaan rumah ke depan ada penyesuaian kenaikan harga rumah subsidi, ada percepatan realisasi KPR Taper, ada perpanjangan insentif PPN DPT sampai desember 2023, ada menurunkan suku bunga bank untuk kredit konstruksi dan kpr, serta pembangunan pembiayaan hijau. ada properti yang menjalan ESG dengan baik.

Adapun tantangan ke depan untuk sektor properti baik dari sisi demand maupun supply. Dari sisi demand, yakni sektor properti akan terpengaruh oleh penurunan pendapatan konsumen karena pandemi Covid-19 telah menaikkan tingkat pengangguran yang membuat pendapatan terganggu. Ada pula tantangan lainnya, yakni adanya kenaikan inflasi daya beli yang menurun, preferensi konsumen seperti membeli atau menyewa perumahan, serta kebijakan pemerintah di bidang harga.