Rights Issue BRI BBRI Terserap Lebih dari 50 Persen, Pengamat: Saham BRI bisa Melonjak ke Rp4.750

Loading

goodmoneyID Rights Issue PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. dinilai mendapat sambutan sangat positif dari investor publik di tengah ramainya aksi korporasi serupa di pasar modal dalam negeri. Dikabarkan dalam 4 hari perdagangan pertama, investor publik telah menyerap lebih dari 50% saham baru yang diterbitkan BRI melalui aksi korporasi tersebut.

Hal itu pun diamini pengamat pasar modal yang juga Founder Indonesia Superstocks Community Edhi Pranasidhi. Dengan capaian itu dia menilai BRI berpotensi mendapat penghimpunan dana penuh. Sebabnya, investor publik memiliki optimisme terhadap rencana bisnis BRI yang akan menggunakan dana hasil rights issue untuk modal pengembangan Holding Ultra Mikro (UMi).

“Sudah terserap lebih dari 50%, ini artinya sudah sangat bagus. Kalau soal potensi, saya sudah sangat yakin. Terlebih harganya sangat murah (Rp3.400),” katanya, dalam keterangan resmi yang diterima goodmoneyID, Jumat (17/9).

Dalam catatannya, ada 10 broker besar yang berinvestasi saham di BRI namun belum mencatat keuntungan yang baik. Bahkan, beberapa di antaranya mengambil langkah cut loss tipis dari harga pembelian. Dia menyebut bahwa broker-broker tersebut saat ini kemungkinan besar melakukan aksi beli dan ikut menyerap HMETD BRI untuk mengembalikan marginnya.

“Terlebih, saham bank BRI ini bisa melonjak ke Rp4.750 sangat signifikan pada hari pertama perdagangan usai aksi korporasi. Itu masih kena,” ujarnya optimistis.

Terkait aksi para investor tersebut, Edhi pun tak memungkiri strategi investor untuk menyerap HMETD akan beragam. Baik menjual saham induk seluruhnya maupun sebagian. Namun, menurutnya tidak akan ada isu perebutan dana di antara emiten karena maraknya rights issue. Sebab dana yang tersedia lebih dari cukup baik di sisi investor maupun simpanan di perbankan.

“Lagi pula, nilai bursa efek per GDP kita juga belum menyentuh 100%, baru sekitar 50% saja. Jadi masih ada potensi yang cukup besar untuk dana lebih banyak masuk lagi ke bursa saham,” ujarnya.

Penyerapan rights issue BRI yang sangat positif saat maraknya aksi korporasi di pasar modal dinilai wajar ketika investor publik berpikir rasional. Pasalnya, menurut Penasehat Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Edwin Sebayang, investor akan melihat alasan utama ditempuhnya aksi korporasi tersebut.

Edwin mengatakan, ada beberapa sebab yang mendasari emiten melakukan rights issue tahun ini. Seperti pemenuhan kebutuhan modal kerja, pendanaan ekspansi bisnis, ada pula untuk kebutuhan membayar utang. Adapun BRI akan menggunakan dananya untuk permodalan sumber pertumbuhan baru yang sangat menjanjikan ke depan melalui Holding UMi.

“Dari perspektif investor paling bagus kalau dia (emiten) me-rights issue bukan untuk bayar utang, tapi kelihatan rights issue ini karena memang ada tuntutan untuk ekspansi kemudian karena pemegang saham pengendali menambah modalnya mau tidak mau harus rights issue supaya tidak terjadi dilusi. Itu yang terjadi pada saham-saham BUMN,” ujarnya.

Karena itu, pengembangan bisnis ke depan menurutnya akan menjadi pertimbangan utama investor untuk subscribe atau menebus rights issue tersebut.

Analis pasar modal sekaligus ekonom dari LBP Institute Lucky Bayu Purnomo mengamini Edwin. Dia berpendapat orientasi pasar saat ini masih melihat emiten yang memiliki status fundamental yang baik dan berkomitmen menambah modal untuk pengembangan bisnis dan kemampuan ekspansi di masa datang serta diversifikasi portofolio usaha.

“Pasar saat ini masih melihat market cap yang cukup besar pada emiten-emiten yang memiliki status fundamental yang baik.  Ramainya rights issue sebetulnya ini momentum bagi pelaku pasar melihat perebutan dana itu kepada emiten-emiten yang sebenarnya memiliki proses pengelolaan yang baik. Untuk itu kita harus melihat sektor yang menarik,” tuturnya.