Saham Kresna Graha Investama Terus Merosot, Ini Sebabnya

Loading

goodmoneyID – PT Kresna Graha Investama Tbk. (KREN) menjelaskan penurunan harga saham mereka sejak awal tahun hingga hari ini secara year to date (ytd) tak berkaitan dengan kinerja fundamental perseroan. Saham Kresna Graha Investama tercatat telah mengalami penurunan hingga 86,2% secara (ytd) ke harga Rp68 per saham.

Direktur Utama Kresna Graha Investama Michael Steven mengatakan, menurunnya harga saham ini juga turut mengakibatkan turunnya kapitalisasi pasar perseroan dari Rp14 trilliun, menjadi hanya Rp1,2 triliun hari ini, Jumat (29/5). Michael melanjutkan, penurunan harga saham perseroannya diakibatkan dari sentimen negatif yang beredar.

“Di level emiten tak ada masalah, malah kami mencatatkan pendapatan tertinggi selama delapan tahun terakhir. Saham kami turun karena adanya sentimen global dan berita hoaks yang beredar,” ujar Michael dalam public expose insidentil perseroan, dari Jakarta, Jumat (29/5).

{andemi Covid-19 membuat investor asing emiten berkode KREN ini menjual saham. Sebab, Para Investor membutuhkan uang untuk direpatriasi ke negara masing-masing.

“Dari dalam negeri, di awal krisis kami kena hoaks terkait dengan jiwasraya. Berita ini sudah diklarifikasi OJK, tapi hoaksnya jadi kenyataan. Akhirnya orang mulai ragu karena ini dalam masa krisis,” ujarnya.

Melihat fundamental perseroan yang berkinerja baik, Michael menyebut penurunan harga saham KREN sangat tidak rasional. Michael memaparkan sepanjang 2019, pendapatan KREN tercatat melonjak 61% yoy menjadi Rp11,6 triliun, dari tahun 2018 sebesar Rp7,2 triliun.

Kontributor terbesar pendapatan KREN tercatat masih berasal dari segmen teknologi dan digital, yang menyumbang 95,5% dari total pendapatan pada tahun 2019. Pendapatan tersebut disumbang oleh tiga anak perusahaan yaitu PT Mcash Integrasi Tbk. (MCAS), PT NFC Indonesia Tbk. (NFCX), dan PT Digital Mediatama Maxima Tbk. (DMMX).

Pendapatan KREN dari segmen teknologi dan digital pun membukukan peningkatan 74,4% (yoy), naik dari Rp6,4 triliun menjadi Rp11,1 triliun. Hasilnya, laba operasi dari segmen ini mencatatkan pertumbuhan 48,8% (yoy), melonjak dari Rp96,8 miliar menjadi Rp144,1 miliar.