Tingginya Harga Komoditas Pangan Dikhawatirkan Timbulkan Kelaparan

Loading

goodmoneyID – Beberapa bulan terakhir, harga komoditas pangan dunia atau yang juga dikenal sebagai soft commodities terus mengalami kenaikan. Hal ini menjadi penting, karena bagaimanapun, Indonesia merupakan salah satu penghasil komoditas pangan terbesar di dunia, seperti misalnya komoditas sawit, kakao, kopi, hingga beras.

Lead Co-Chair T20 Indonesia, Bambang Brodjonegoro menjelaskan, dengan naiknya harga soft commodities dunia tersebut, jelas mempengaruhi juga kenaikan harga-harga pangan nasional. Dengan kondisi ini, dikhawatirkan pada akhirnya dapat meningkatkan kembali potensi kelaparan di dunia, termasuk juga Indonesia. Padahal, Indonesia sudah menargetkan untuk mencapai zero hunger (nol kelaparan) pada 2030.

“Karena potensi tingginya inflasi sebagai akibat pemulihan di berbagai dunia, kenaikan permintaan tidak dibarengi dengan suplai yang mencukupi dan di sisi lain, perang Rusia-Ukraina menimbulkan gangguan pasokan pada berbagai komoditas dan menaikkan spekulasi pada harga komoditas itu sendiri,” katanya, dalam webinar Indonesia Data and Economics (IDE) Katadata 2022, bertema ‘The Future Trend, Market, Trade, and Investment of Commodities’, Kamis (7/4).

Sementara itu, selain karena kenaikan harga soft commodities yang kemudian dapat menyebabkan tingginya inflasi, kelaparan juga disebabkan karena adanya disrupsi produksi yang terjadi karena degradasi lingkungan. Penurunan kualitas lingkungan imbas gangguan iklim ini lah yang terkadang membuat gagal panen.

Bahkan, menurut Bambang mengutip sebuah penelitian, degradasi lingkungan dan perubahan iklim bisa membuat 11,4 juta penduduk Indonesia mengalami kelaparan pada 2050. “Dan ini tidak kita inginkan. Kita harus melakukan sesuatu agar hal ini tidak terjadi dan kita harus melakukan upaya agar degradasi terhadap perubahan iklim tidak terjadi,” ujarnya.

Karenanya, untuk mencegah kelaparan terjadi, ada baiknya bagi pemerintah untuk mengendalikan inflasi. Hal ini dikarenakan inflasi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh komoditas pangan.

Untuk menjaga inflasi harga pangan, lanjut Bambang, aktivitas perdagangan atau investasi harus dilakukan secara bertanggungjawab. Ini bisa dilakukan dengan menjauhi unsur spekulasi, karena bisa dibayangkan, saat yang terjadi di pasar adalah spekulasi, harga salah satu soft commodities bisa dijual dengan harga yang tidak masuk akal, serta tidak memperhatikan keseimbangan antara permintaan dan pasokan.

“Maka yang menjadi korban adalah masyarakat umum yang daya belinya bisa tergerus dan pada akhirnya bisa mengancam upaya kita untuk menurunkan kelaparan,” kata dia.

Terlepas dari hal tersebut, Bambang mengingatkan agar soft commodities diperlakukan dengan sangat hati-hati. Karena jika tidak begitu, hasilnya akan dapat dirasakan oleh masyarakat secara langsung, seperti yang saat ini tengah terjadi pada harga komoditas kelapa sawit, yang kemudian berimbas pada tingginya harga dan langkanya ketersediaan minyak goreng.

“Di dalam perdagangan bursa komoditas, tentunya mencari laba adalah tujuan utama dari seorang investor, tapi kita juga ingin upaya mencari laba atau berbisnis yang bertanggung jawab kepada masyarakat, yang nanti bisa menanggung dampak perdagangan yang spekulatif,” imbuh dia.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, prospek ekonomi nasional yang kian membaik telah efektif membantu meningkatkan kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia, tidak terkecuali di komoditas pangan. Hal ini terlihat dari realisasi investasi Kuartal IV-2021, yang mencapai Rp241,6 triliun atau tumbuh 115,2% secara tahunan (year on year/yoy).

Sehingga, pada keseluruhan tahun 2021, realisasi investasi dapat mencapai Rp901 triliun. “Guna terus meningkatkan investasi dan penyerapan tenaga kerja, pemerintah terus memberikan insentif yang meningkatkan utilisasi industri dan mendorong perbaikan iklim usaha. Di 2022, pemerintah akan memanfaatkan momentum Presidensi G20,” ujar Airlangga.

Tidak hanya itu, pemerintah juga terus membangun peningkatan daya saing dan dan mendukung ekspor soft commodities. Selain itu juga mendorong bisnis pertanian dengan penerapan pertanian digital.

Namun, untuk memaksimalkan digitalisasi pertanian agar dapat sekaligus meningkatkan nilai tukar kehidupan petani, dibutuhkan peran serta masyarakat, utamanya kaum muda serta swasta. “Pemerintah terus mendorong agar masyarakat muda menjadi akselerator dari digitalisasi sektor pertanian. Inovasi dan teknologi dapat menjadi bagian solusi untuk meningkatkan produktivitas di sektor pertanian,” imbuhnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Silverius Oskar Unggul mengungkapkan, untuk menciptakan pertanian berkelanjutan dan bisnis yang berwawasan lingkungan, pengusaha telah melakukan kolaborasi dengan para petani di daerah. Dia sadar, untuk dapat menciptakan pertanian dan bisnis berkelanjutan penguatan organisasi masyarakat sangat diperlukan.

“Dengan organisasi masyarakat yang kuat, apapun bisa kita bikin. Sebaliknya, kalau organisasi di rakyat tidak dibangun. Maka, berapapun uang yang kita masukkan, secanggih apapun teknologi yang kita gunakan, pasti tidak akan berkelanjutan,” tegas Silverius.