Jalan Terjal Ekspor Perikanan RI, Mampukah Bersaing dengan Vietnam?

Loading

goodmoneyID– Indonesia menyimpan potensi besar dalam industri perikanan. Namun, di tengah optimisme terhadap peningkatan ekspor, negeri maritim ini Indonesia justru masih tertinggal jauh dari Vietnam dalam persaingan global.

Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan bahwa pada periode Januari–Oktober 2024, nilai ekspor perikanan Indonesia mencapai US$ 4,81 miliar dengan volume 1,1 juta ton. Angka ini meningkat 4,37% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencatatkan US$ 4,61 miliar. Amerika Serikat masih menjadi pasar utama dengan nilai ekspor US$ 1,56 miliar, diikuti oleh China (US$ 0,99 miliar), ASEAN (US$ 0,65 miliar), Jepang (US$ 0,49 miliar), dan Uni Eropa (US$ 0,35 miliar).

Komoditas unggulan Indonesia meliputi udang (US$ 1,35 miliar), tuna, tongkol, dan cakalang (US$ 0,68 miliar), cumi, sotong, dan gurita (US$ 0,68 miliar), rajungan dan kepiting (US$ 0,48 miliar), serta rumput laut (US$ 0,29 miliar). Sebagian besar produk ini berasal dari sektor perikanan tangkap yang pada 2024 mencatat produksi 6,71 juta ton.

Namun, meski angka ekspor meningkat, Indonesia masih tertinggal jauh dari Vietnam. Direktur Program Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Imam Trihatmadja, mengungkapkan bahwa ekspor perikanan Vietnam telah mencapai US$ 9,5 miliar, hampir dua kali lipat dari Indonesia. Proyeksi hingga akhir 2024 pun diperkirakan hanya mencapai US$ 5,97 miliar.

Salah satu kendala utama adalah ketergantungan yang tinggi pada pasar Amerika Serikat, sementara potensi besar di China dan Uni Eropa belum dimanfaatkan maksimal. Selain itu, tantangan kualitas produk menjadi penghambat. Standar internasional terkait keamanan pangan, keberlanjutan, sertifikasi pihak ketiga, dan ketelusuran produk masih menjadi momok bagi eksportir Indonesia.

“Dominasi kapal skala kecil dalam perikanan tangkap menyulitkan pemenuhan standar sertifikasi dan pengawasan ketat yang diminta pasar global,” ujar Imam.

Selain itu, potensi proteksionisme dari Amerika Serikat—terutama jika kebijakan Presiden Donald Trump kembali diterapkan—bisa memperumit ekspor ke negara tersebut. Sementara itu, Uni Eropa dengan populasi 447 juta jiwa sebenarnya merupakan pasar yang belum tergarap optimal.

Untuk menembus pasar Uni Eropa, Indonesia harus menyelesaikan berbagai pekerjaan rumah, termasuk memastikan bahwa pemasok produk perikanan telah bersertifikat HACCP, kapal berpendingin bersertifikat Cara Penanganan Ikan yang Baik, serta meningkatkan edukasi bagi pelaku usaha dan pekerja sektor perikanan.

“Sejak 2017 hingga 2024, jumlah Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang memiliki approval number dari Uni Eropa hanya 176. Ini sangat kecil dibanding Vietnam,” tambah Imam.

Sementara itu, Human Rights Officer DFW Indonesia, Nabila Tauhida, menegaskan bahwa pemerintah harus memperkuat diplomasi perdagangan agar bea masuk produk perikanan Indonesia di Uni Eropa dan AS bisa ditekan.

“Agenda mendesak saat ini adalah perbaikan sektor hulu, melakukan lobi dan diplomasi dengan Uni Eropa, serta menurunkan bea masuk produk perikanan,” tegas Nabila.

Potensi perikanan Indonesia memang besar, tetapi tanpa langkah strategis yang konkret, impian menjadi pemain utama dalam ekspor perikanan global masih penuh rintangan. Tantangan terbesar kini adalah bagaimana membangun daya saing dari hulu ke hilir agar Indonesia tidak terus tertinggal di kancah internasional.

 

Penulis: Devi P.Wihardjo

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x