Mampukan Startup Bertahan Di Tengah Pandemi?

Loading

goodmoneyID –  Meski ekonomi Indonesia mengalami krisis akibat pandemi Covid-19, tetapi hampir 50% startup digital optimistis mampu bertahan, bahkan hingga satu tahun ke depan. Ini diungkapkan dari hasil survei Katadata Insight Center (KIC), yang dilakukan terhadap 139 eksekutif startup digital pada periode Mei-Juni 2020.

Direktur Riset KIC, Mulya Amri mengungkapkan hanya 21% startup digital menyatakan mampu bertahan hingga kuartal I 2021. Sementara, 20% menyatakan mampu bertahan dalam tempo 3 hingga 6 bulan ke depan.

“Hanya 10% startup digital yang menyatakan mampu bertahan hingga akhir Juni 2020,” ujar Muly, pada seminar virtual bertajuk ‘Pandemi Covid: Dampak Terhadap Pelaku Ekonomi Digital’, Kamis (9/7).

Sebagian perusahaan yang semula dalam kondisi baik atau sangat baik mengalami perburukan kondisi akibat pandemi Covid-19. Perusahaan yang kondisinya sudah buruk, makin sulit bangkit. Namun ada juga sebagian kecil perusahaan yang semula dalam keadaan biasa saja, justru membaik saat pandemi.

Lebih rinci, sebanyak 48,9% merasa optimistis bisa bertahan hingga lebih dari 1 tahun ke depan setelah pandemi dimulai di Indonesia, Maret 2020. Lalu, 20,9% startup mengaku mampu bertahan hingga kuartal I 2021. Sedangkan, 10,1% startup tak mampu bertahan hingga akhir Juni 2020. Sebanyak, 20,1% perusahaan startup lainnya, mampu bertahan hingga September 2020.

Dalam survei tersebut mencatat, sebanyak 52%, mengambil langkah pengurangan biaya operasional. Sebanyak 35% mengurangi biaya dalam bentuk pemotongan gaji karyawan dan 24,5% memangkas jumlah karyawan. Kemudian, sebanyak 41% startup digital mengambil opsi pengurangan biaya produksi, dan 32% mengurangi biaya produksi.

Sementara, startup di masa pandemi cenderung tidak melakukan perubahan strategi apapun. Hanya saja menyesuaikan jenis produk dan layanan.

“Tapi dari perubahan yang dilakukan, kebanyakan terkait jumlah dan jenis produk atau layanan. Hal tersebut didorong oleh perubahan preferensi konsumen yang cenderung mencari barang kebutuhan pokok, dan yang terkait kesehatan,” ujarnya.

Hasil survei ini juga mengungkap kondisi startup digital sebelum dan sesudah pandemi Covid-19. Sebelum Covid-19 melanda Indonesia, sebanyak 74,8% startup berada dalam kondisi baik atau sangat baik. Namun, sesudah pandemi hanya 33% saja yang menyatakan kondisi baik dan sangat baik. Sementara, sebanyak 24,5% startup digital menyatakan kondisi perusahaan biasa saja, dan 42,5% startup mengungkapkan kondisi buruk atau sangat buruk.

Perusahaan startup yang masih tahap awal pengembangan cukup terpukul oleh pandemi Covid-19. Sedangkan, perusahaan pada tahap Centaur & Unicorn masih cukup tangguh.

Berdasarkan sektor usaha, perusahaan yang mengalami pemburukan kondisi saat survei dilakukan berasal dari sektor ekosistem pendukung digitalisasi, maritim dan pariwisata. Sedangkan, startup di sektor sistem pembayaran, logistik, pertanian & kesehatan justru membaik.

Tekanan yang dialami selama pandemi Covid-19 tergambar dalam penurunan terhadap jumlah pengunjung atau pengunduh aplikasi, jumlah transaksi per bulan, nilai transaksi per bulan, dan jenis produk atau layanan yang ditawarkan. ‘

Jumlah startup dengan rata-rata nilai transaksi lebih dari Rp100 miliar per bulan mengalami kenaikan dari 10,9% menjadi 13,2%. Sedangkan, jumlah startup dengan nilai transaksi di atas Rp1 miliar lebih banyak yang mengalami penurunan omzet menjadi di bawah Rp1 miliar per bulan. Sedangkan, startup dengan jumlah produk layanan kurang dari 10 jenis juga mengalami kenaikan, dibandingkan startup dengan layanan lebih banyak justru berkurang.

Selain pergeseran jumlah transaksi, terjadi juga perubahan preferensi konsumen yang diikuti startup dengan dengan perubahan jenis dan fokus layanan. Contohnya, perubahan permintaan kursus dari offline menjadi online pada sektor pendidikan. Kemudian, adanya perubahan layanan pada sektor pariwisata dari semula menjual tiket berganti menjadi jasa pelayanan pembayaran tagihan online dan pulsa.