Ekonom INDEF: Hasil Akhir Program PEN Tidak Realistis

Loading

goodmoneyID – Ekonom INDEF (Institute For Development of Economics and Finance) Dr. Enny Sri Hartati menilai Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk menangani dampak dari penyebaran Covid-19 yang mencapai Rp677,20 triliun, tidak realistis atau tidak menyentuh langsung akar masalahnya.

“Dari semua skema yang disiapkan pemerintah, yang seolah sangat detail dan lengkap. Meliputi seluruh sektor dengan berbagai macam perlindungan, tetapi hasil akhirnya benar benar tidak realistis,” ungkap Enny, dalam webinar, Kamis (18/6).

Pemerintah punya stimulus untuk BUMN, hal ini langsung di eksekusi. Seperti pada PLN, Pertamina, dan KS. Seolah-olah membuat publik berpikir tak ada sama sekali dana penanganan untuk Covid-19 itu sendiri. Sebab kata Enny, Pemerintah memang sudah punya hutang pada BUMN tersebut termasuk BPJS, dan Covid-19 hanya sebagai alasan saja.

“Itulah yang riil terjadi di dunia nyata dari berbagai macam komitmen pemulihan ekonomi dari pemerintah. Tidak ada dikotomi karena semua pengusaha menyadari bahwa panglimanya kesehatan. Tapi konsekuensinya kalau mengikuti protokol Covid-19 itu membuat dunia usaha semakin tidak efisien. Kalau semakin tidak efisien, artinya jangan harap pemulihan akan cepat. Karena ekspansi menjadi terlambat dan upaya untuk melakukan percepatan pembukaan lapangan kerja juga akan semakin lambat,” tegas Enny.

Berbagai macam skema stimulus fiskal telah ditujukan untuk dunia usaha baik untuk UMKM dan Usaha besar. Namun berbeda kasusnya dengan realisasi dana perlindungan sosial dan efektivitas stimulus fiskal untuk ekonomi.

“Kata kuncinya adalah harus betul betul ada koordinasi program. Jadi untuk perlindungan sosial agar daya beli masyarakat tidak drop. Maka selama masih dibutuhkan pembatasan aktivitas ekonomi maka dengan sendirinya harus ada efektifitas perlindungan sosial, inilah solusinya,” kata Enny.

Kedua, jika pemerintah memang khawatir beban ekonomi tidak tertanggulangi, yang harus dilakukan adalah sharing pain bukan pelimpahan pain. Artinya kalau industri mengalami resiko high cost karena penerapan protokol covid19, ada konsep sharing pain antara dunia usaha dan pemerintah.

“Maka dari dana pemulihan ekonomi, kalau to the point, bikin satu formula saja untuk perlindungan sosial. Untuk dunia usaha, skema apa yang untuk masing-masing sektor dunia usaha terutama UMKM untuk bagaimana mereka survive bertahan usahanya dan tidak melakukan PHK. Ini sangat mudah kalau ada komunikasi dua arah yang harus representatif,” tutur Enny.

Saat ini, Program PEN dari Pemerintah akan dialokasikan untuk berbagai kebutuhan. Pertama, untuk bidang kesehatan sebesar Rp87,55 triliun. Kedua, dana untuk perlindungan sosial mencapai Rp203,9 triliun, mencakup (PHK,BLT, BANSOS, DLL). Ketiga, untuk UMKM mencapai Rp123,46 triliun.

Keempat, untuk insentif dunia usaha agar mampu bertahan dengan melakukan relaksasi di bidang perpajakan dan stimulus lainnya mencapai Rp120,61 triliun. Kelima untuk bidang pembiayaan dan korporasiĀ  yakni Rp44,57 triliun. Terakhir, dukungan untuk sektoral maupun kementerian dan lembaga serta Pemerintah Daerah mencapai Rp97,11 triliun. Dan jika dikalkulasikan, totalnya mencapai Rp677,20 triliun